I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Monday, October 26, 2015

Sekeping Kenangan Beijing (Hari Pertama) : Summer Palace



Begini cara gue mencapai Summer Palace (Yiheyuan). Mula-mula gue naik kereta subway dari Dengshikou Station. Di saat itulah pertama kali gue membeli Transportation Smart card yang bisa gue gunakan untuk membayar ongkos transportasi umum selama di Beijing. Untuk mendapatkan kartu sakti ini gue membayar RMB 50 : RMB 20 untuk deposit kartu (yang akan dikembalikan kalau gue menyerahkan kembali kartu) dan RMB 30 untuk isi kartu. Keberadaan subway ini benar - benar membantu gue, karena sangat praktis. Untunglah gue sudah belajar banyak mengenai subway semacam ini ketika jalan-jalan di Singapura, jadi ngga bloon - bloon banget. Target gue hari pertama ini memang mempelajari dan membiasakan diri menggunakan sarana transportasi umum.

Untuk tiba di Summer Palace, gue naik subway dari Dengshikou Station (Line 5) dan turun di Dongdan Station untuk menyambung subway Line 1 dan turun di Xi Dan Station. Dari Xi Dan Station gue melanjutkan perjalanan dengan subway Line 4 dan turun di Beigongmen Station. Dari Beigongmen Station gue sempat bingung ketika sudah berada di pintu keluar. Bermodalkan insting yang bercampur dengan keputusasaan saat itu, gue mengambil arah ke kanan dan mengikuti jalan. Akhirnya setelah berjalan kaki kurang dari 1 km, gue tiba di pintu masuk Summer Palace.  Sebenarnya petunjuk yang gue andalkan saat mencari lokasi adalah bus-bus wisata dan kerumunan pengunjung yang juga mengarah ke sana.

Gue tiba di sana sekitar jam 14:00, dan langsung membeli tiket terusan seharga RMB 60. Gue terkaget-kaget dengan padatnya Summer Palace siang itu. Sejak saat itu gue tahu, bahwa mulai 01 April-31 Oktober merupakan peak season alias musim wisata di Cina. Jadi, jangan heran kalau terdapat penumpukan wisatawan seperti ini. Selain itu, harga-harga tiket masuk tempat-tempat wisata pun lebih mahal. Informasi ini jelas-jelas diumumkan di setiap tempat wisata. 

Dua kata yang akan gue gunakan untuk menggambarkan Summer Palace : indah dan luas. Di sini ada bangunan-bangunan istana, serta taman dan danau Kunming yang luas. Gue menghabiskan waktu sekitar 3 jam di sini, dan belum bisa menjelajahi seluruh area Summer Palace. Mungkin biar puas, sebaiknya pengunjung meluangkan waktu 4-5 jam. Gue ngga bisa bilang apa yang paling menarik dan gue suka di sini, karena semuanya menarik dan indah, dan begitu banyak hal bisa dilihat. Gue lupa berapa kali gue membelalakkan mata dengan mulut nyaris menganga demi melihat benda-benda antik yang mungkin hanya pernah gue lihat ketika nonton serial-serial kungfu kesayangan jaman kecil dulu.
 

 
 
 
 
 
 
 

 
 
 

Hampir seluruh bangunan bisa dimasuki oleh pengunjung dan kebanyakan setiap bangunan menjadi semacam galeri yang menyimpan barang - barang peninggalan yang sarat nilai sejarah. Ada furniture (kursi, tempat tidur, lemari, dll), barang pecah belah, batu-batuan, dan lain sebagainya peninggalan jaman Dinasti Qing. 

Selain melihat-lihat seluruh keindahan istana, di sini gue juga menyempatkan diri untuk berfoto dengan kostum Cina masa dinasti Qing. Sejujurnya ini adalah misi dan target yang sudah gue rencanakan sejak di Jakarta...demi apapun, gue harus berfoto dengan kostum keren itu !! Begitulah tekad gue...Gue pun membayar RMB 30 untuk penyewaan kostumnya. Dan kepuasannya tak terkatakan....gue ngga sabar untuk memperlihatkan foto gue dalam jubah kebesaran itu ke Mama...sejak kecil Mama sering memanggil gue si "Sipit". Karenanya, Mama harus lihat bahwa mata sipit gue dan kostum tradisional nan keren ini bagaikan kombinasi sempurna yang menimbulkan sensasi serasa jadi ibu suri jaman kerajaan meski hanya beberapa menit saja. Meskipun mungkin lebih tampak seperti ibu suri yang judes dan galak...seperti ibu suri pada umumnya yang gue lihat di serial-serial kungfu jaman dulu.

Sekitar jam 17:00 lewat gue meninggalkan Summer Palace. Idealnya seharusnya gue juga mengunjungi Old Summer Palace yang lokasinya berdekatan dengan Summer Palace. Namun apa daya...gue kehabisan waktu. Semua ini gara-gara tersesat tadi pagi di Beijing South Railway Station antah berantah.

Gue pun kembali menuju hostel, menuju Dengshikou, dengan perjalanan panjang gonta-ganti line subway, seperti ketika berangkat tadi. Tiba di Dengshikou hari sudah gelap, dan gue dilanda kelaparan yang maha dahsyat. Jelas aja...gue memang belum makan apapun sejak tiba di Beijing...sementara energi gue terkuras sempurna saat mengeksplorasi Summer Palace tadi siang.

Di saat itulah pertama kali gue menemukan sebuah warung kecil yang menjual makanan khas lokal dengan harga terjangkau dan rasanya pas di lidah. Gue pun membeli bakpau kecil dan jagung rebus dengan harga sangat terjangkau. Kendalanya adalah saat gue hendak menanyakan harga, karena sang penjual benar-benar ngga ngerti bahasa Inggris. Yang gue lakukan adalah menunjukkan jempol dan telunjuk gue dengan gerakan seakan - akan menghitung uang, sambil mengucapkan, "How much....how much...?" berkali - kali. Karena sang penjual ngga ngerti maksud gue, akhirnya gue buka dan rentangkan telapak tangan dan menunjukkan kelima jari, berharap dia menunjukkan harga makanan yang gue beli dengan satuan jari. Akhirnya inilah 'bahasa' yang paling ampuh. Sang penjual pun memperlihatkan jarinya, sambil mengatakan sesuatu dalam bahasa Cina. 

Setelah itu gue menuju Seven Eleven terdekat untuk membeli air mineral, dan meninggalkan toko dengan perasaan puas karena di hari pertama di Beijing gue menemukan merek air mineral dengan harga sangat terjangkau : RMB 3.5 (1.5 litter), yaitu merek Spring. Ngga beberapa jauh dari Seven Eleven, gue mampir di sebuah toko buah, untuk membeli pisang dan jeruk, kemewahan untuk menutup perjalanan melelahkan gue hari ini.

Tantangan berikutnya gue hadapi ketika sedang mencari makan malam di rumah makan sekitar Dengshikou. Sekedar untuk memesan "nasi" membutuhkan perjuangan keras. Mula-mula gue masuk ke sebuah rumah makan...trus gue bertanya ke staffnya, "Rice...?" Dia ngga ngerti, gue nyaris frustasi. Gue berusaha mencari foto nasi di daftar menunya, namun tidak ada foto apapun selalu tulisan-tulisan Cina. Lalu gue mengambil tissue dan pulpen dan menulis RICE. Si Staff pun langsung tanggap dan mencari artinya dalam kamus online di smartphonenya. Barulah dia memberitahukan bahwa di tempatnya tidak menjual menu nasi. Gue disuruh ke rumah makan sebelah.

Di rumah makan sebelah, mula-mula gue menunjukkan menu pilihan dengan cara menunjuk ke foto yang ada di dinding-dinding bagian atas rumah makan. Namun mendadak gue tergiur melihat hidangan yang hendak disajikan seorang pelayan di meja salah satu pembeli. Gue pun memberitahukan staff restoran dengan cara menunjuk makanan si pembeli. Bahkan kali ini gue ngga berkata apa-apa lagi secara verbal. Percuma, pikir gue. 

Setelah menikmati makan malam yang gue dapatkan dengan perjuangan luar biasa ini, gue pun kembali ke hostel. Di atas ranjang nan empuk gue merenungi betapa dahsyatnya perjuangan di Beijing ini....semua ini karena kendala bahasa. Gue ngga pernah menghadapi kesulitan seberat ini sepanjang sejarah gue melancong ke negara-negara lain. Sebagai seorang bekpeker gembel yang kadang sok tangguh, kali ini gue serasa mendapatkan tantangan sejati. 

Gue pun menutup hari itu dengan harapan setinggi langit agar esok hari gue bisa bertahan dan diberikan kemudahan dan penyertaan oleh Yesus yang maha baik.

No comments :